Selasa, 28 Februari 2012

Kandungan Ayat Kursi


Kandungan Ayat Kursi


Tak ada perbedaan pendapat antara para ulama dan para ahli tafsir, bahwa seluruh ayat dalam al-Qur’an adalah mulia dan terjamin kebenarannya karena Allah Swr. sendiri yang menjaga. Namun dengan kehendaknya, Allah Swt. telah memberi keistimewaan pada surat dan ayat lain.
Dari sebanyak 114 surat dalam al-Qur’an, Surat Al-Fatihah diberi kelebihan sebagai surat yang paling agung, sedang ayat 255 dalam surat Al-Baqarah yang lebih akrab sebagai ayat kursi, dinilai sebagai ayat paling agung. Dalam tafsir ayat kursi di bawah ini akan dijelaskan bagaimana keagungan ayat tersebut.
Hal seperti ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ubay bin Ka’b bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Wahai Abu Mundzir, tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku (Ubay) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”.
Maka kemudian Rasulullah berkata,“Wahai Abu Mundzir, Tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?” Maka beliau memukul dadaku dan berkata “Demi Allah, selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu” wahai Abu Mundzir.”.
Ayat kursi diawali dengan penyebutan nama ”Allah” yang tidak ada Tuhan selain Dia. Ini adalah intisari dari ajaran tauhid dalam Islam, yakni mengesakan Allah Swt. Dalam setiap aspek kehidupan, semestinya semua berpusat pada Allah Swt. tidak ada sesembahan lain (illah-illah) lain selain Allah. Tak sembarang ayat yang diawali dengan penyebutan kalimat tauhid seperti itu.
Kemudian, dalam ayat tersebut terdapat penggalan kata ”al-hayyu” dan ”al-Qayuum”. Dua kata ini adalah sebagian dari asmaul husna yang artinya ”yang hidup dengan sendirinya dan selamanya”. Semestinya dengan kedua sifat ini, seluruh makhluk termasuk manusia, hanya menggantungkan diri dan segenap keinginan kepada Allah.
Kenapa? Karena ketika kita menggantungkan harapan, keinginan, dan segenap rencana, pada saatnya akan sia-sia manakala yang menjadi tempat kita bergantung itu terkena hukum alam yang bernama mati.
Tapi, berbeda manakala kita hanya menggantungkan segenap lahir dan batin kepada Allah yang jelas-jelas Maha Hidup dengan sendiri dan selamanya. Dua kata dari asmaul husna yang terdapat dalam ayat kursi ini semakin mengukuhkan ketauhidan kita.
Kemudian, terdapat kata yang berarti “Dia tidak mengantuk dan tidak tidur”. Ini memperkuat kembali kata-kata sebelumnya, bahwa Allah Swt. tidak hanya hidup dengan sendirinya dan selamanya, tapi juAga tidak mengantuk dan tidak tidur.
Secara harfiah sebenarnya dengan tidak mengantuk saja sudah cukup menjadi penjaga, apalagi kalau tidak tidur. Betapa luar biasa penjagaan Allah terhadap seluruh makhluk-Nya.
Kata-kata selanjutnya dalam ayat kursi yang kalau diterjemahkan adalah berbunyi ”Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.” Kepada siapa lagi kita harus bergantung, kepada siapa lagi kita harus mengharap, kepada siapa lagi kita layak meminta kalau seluruh yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah? Ini manifestasi keyakinan dari awal ayat ini tentang penegasan kalimat tauhid.
“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”
Tafsir kalimat ini adalah bahwa tidak ada kekuatan yang bisa memberi seorang makhluk manfaat dan mencagah dari bahaya. Memang benar, di akhirat kelak seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orangtua, anak, saudara atau sahabatnya, selama dia beriman dan meninggal dalam keadaan beriman pula.
Petikan kata-kata dalam ayat kursi ini menegaskan bahwa Allah Swt. punya kekuatan untuk memberi syafaat dan memberi ijin kepada sesama makhluk untuk memberi syafaat.

Itulah tafsir dari sebagian ayat kursi. Wallohu alam.

0 komentar:

Posting Komentar